snow

Selasa, 26 April 2011

Perkembangan Wakaf

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sebenarnya praktek wakaf telah ada sejak zaman dahulu baik pada masa islam maupun sebelumnya (dalam bentuk yang mirip) tetapi belum ada lembaga dalam bentuk formal. Wakaf merupakan salah satu bentuk takaful, karena diantara keistimewaan wakaf masyarakatnya mengutamakan ukhuwah (persaudaraan), musawah (persamaan) dan itsar (mengutamakan orang lain). Oleh karena itu sifat individualisme (ananiyah) tidak dikenal dalam agama islam.
Namun, di Indonesia wakaf sampai saat ini belum mampu mensejahterakan umat Islam khususnya serta warga negara pada umumnya. Seperti yang telah kita ketahui banyak manfaat yang bisa diambil dari pemanfaatan harta wakaf untuk kesejahteraan ummat Islam. Dalam melakukan transaksi harta wakaf harus sesuai dengan syari’at islam, tujuan  dari wakaf  yaitu harus  sejalan  dengan  nilai-nilai  ibadah. Harta  wakaf  harus  segera  dapat  diterima  setelah  wakaf  diikrarkan, bila  wakaf  diperuntukkan  membangun  tempat-tempat  ibadah  umum,  hendaklah  ada  badan  yang  menerimanya.
Akan tetapi di Indonesia masih banyak masyarakat yang tidak mendaftarkan harta wakafnya ke lembaga perwakafan ini, akan menjadi masalah dikemudian hari jika harta tersebut digugat oleh pemilik ahli waris, jika harta tersebut telah terdaftar maka jika terjadi sesuatu hal ada bukti tertulis.
Untuk mewujudkan kesejahteraan bagi ummat islam, maka harta wakaf tersebut haruslah ada badan yang mengkoordinir dan mengelola harta wakaf tersebut sehingga dapat diambil manfaat yang dapat digunakan untuk kesejahteraan ummat.
Oleh karena itu, penulis mengangkat makalah yang berjudul “ Lembaga Perkembangan Wakaf di Indonesia” yang diharapkan dapat menambah pengetahuan kita dan tentunya dapat dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. 
B.     Perumusan Masalah
1.      Apa pengertian lembaga wakaf?
2.      Apa dasar hukum berdirinya lembaga wakaf?
3.      Bagaimana cara perwakafan di Indonesia?
4.      Bagaimana perkembangan wakaf di Indonesia?
C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.      Dapat mengetahui pengertian lembaga wakaf
2.      Dapat mengetahui dasar hukum berdirinya lembaga wakaf
3.      Dapat mengetahui prosedur perwakafan di Indonesia
4.      Dapat mengetahui perkembangan wakaf di Indonesia

BAB II
LEMBAGA WAKAF DI INDONESIA

A.    Pengertian Lembaga Wakaf
Seperti yang telah kita ketahui dalam pembahasan sebelumnya bahwa wakaf sudah ada sejak zaman Nabi sampai dengan sekarang dan hasil dari harta wakaf disumbangkan kepada fakir, miskin dan kerabat para pejuang Islam Umar Bin Khatab, Abu Thalhah, Abu Bakar, Abdullah Bin Umar serta sahabat Nabi yang lain.
Kegiatan wakaf di Indonesia dikenal seiring dengan perkembangan dakwah Islam di Nusantara. Selain melakukan dakwah Islam Para ulama juga memperkenalkan ajaran wakaf. Ajaran wakaf ini terus berkembang mulai pada masa dakwah pra kolonial masa kolonial, masa pasca kolonial sampai pada masa pasca kolonial Indonesia merdeka. Ini terbukti dengan banyaknya berdiri masjid-masjid yang bersejarah dibangun di atas tanah wakaf.
Pada masa pemerintahan kolonial merupakan momentum kegiatan wakaf, karena pada masa itu perkembangan organisasi keagamaan, sekolah, madrasah, pondok pesantren, masjid, semuanya merupakan swadaya dan berdiri di atas tanah wakaf.
Akan tetapi perkembangan wakaf  di Indonesia tidak mengalami perubahan yang berarti. Hal ini karena kegiatan wakaf hanya dilakukan terbatas untuk kegiatan keagamaan, seperti pembangunan masjid, mushalla, langgar, madrasah, perkuburan, sehingga kegiatan wakaf di Indonesia kurang bermanfaat secara ekonomis bagi rakyat banyak.
Lembaga wakaf merupakan suatu badan independen yang berfungsi untuk mengembangkan perwakafan di Indonesia yang dalam tugasnya menangani segala hal yang berkaitan dengan harta wakaf mulai dari memberikan pembinaan kepada nadzir, membuat dan melaksanakan pedoman pengelolaan harta wakaf, sampai pada pembuatan akta ikrar wakaf.
B.     Undang-Undang Berdirinya Lembaga Wakaf
Berdirinya sebuah lembaga wakaf bertujuan menghimpun harta atau benda-benda wakaf agar tercatat di lembaga perwakafan agar dapat diambil manfaatnya sebesar-besarnya untuk kebutuhan ummat islam. Terbentuknya lembaga wakaf di Indonesia ini mengacu kepada beberapa dasar hukum yaitu :
1.      PP Nomor 28 Tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik. Akan tetapi PP ini hanya mengatur wakaf tanah saja.
2.      UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf yang menyebutkan bahwa wakaf tidak hanya benda tidak bererak, tetapi juga dapat berupa benda bergerak, seperti uang.
3.      PP No. 42 tahun 2006 tentang Pelaksanaan UU wakaf
4.      Bulan Juli tahun 2007 keluarlah Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 75/M tahun 2007 yang memutuskan dan mengangkat keanggotaan BWI periode 2007-2010.

C.    Prosedur Perwakafan di Indonesia
1.      Tata cara pendaftaran ikrar wakaf[1]
Pendaftaran ikrar wakaf dilakukan oleh wakif, yaitu orang atau sekelompok orang atau badan hukum yang mewakafkan benda miliknya dengan mendatangi kepala Kantor Urusan Agama yang oleh menteri Agama ditetapkan sebagai pegawai pembuat akta ikrar wakaf (PPAIW). Berikut adalah tata cara pendaftaran ikrar wakaf :
1.      Pihak yang hendak mewakafkan dapat menyatakan ikrar wakaf dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf untuk melaksanakan Ikrar Wakaf.
2.      Isi dan bentuk ikrar wakaf ditetapkan oleh Menteri Agama.
3.      Pelaksanaan ikrar, demikian pula pembuatan Akta Ikrar Wakaf, dianggap sah jika dihadiri dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 orang saksi.
4.      Dalam melaksanakan ikrar, pihak yang mewakafkan diharuskan menyerahkan kepada Pejabat surat-surat sebagai berikut :
a.       Tanda bukti pemilikan harta benda
b.      Jika benda yang diwakafkan berupa benda tidak bergerak, maka harus disertai oleh surat keterangan dari kepala desa, yang diperkuat oleh Camat setempat yang menerangkan pemilikan benda tidak bergerak dimaksud
c.       Surat atau dokumen tertulis yang merupakan kelengkapan dari benda tidak bergerak yang bersangkutan
2.      Pelaksanaan ikrar wakaf
Pelaksanaan ikarar wakaf dilakukan sebagai berikut :
a.       Pihak yang mewakafkan harus menyatakan ikrar wakaf kepada nadzir yang telah disyahkan dihadapan PPAIW secara lisan dengan jelas dan tegas yang dituangkan dalam bentuk tertulis (W.1), apabila yang bersangkutan tidak mampu mengutarakannya secara lisan dapat dilakukan dengan isyarat.
b.      Apabila pihak yang mewakafkan berhalangan hadir, maka dapat membuat wakaf secara tertulis dengan persetujuan kandepag yang mewilayahi tempat benda wakaf.
c.       Ikrar wakaf harus dihadiri sekurang-kurangnya oleh dua orang saksi yang telah dewasa, sehat akalnya dan tidak terhalang oleh hukum.
d.      PPAIW kemudian membuat Akta Ikrar Wakaf (AIW) dalam bentuk W.2 dan salinan AIW dalam bentuk w.2a.
Penandatanganan ikrar wakaf dilakukan oleh wakif, nadzir, saksi-saksi dan kepala kantor urusan agama selaku PPAIW.
Penggandaan Akta Ikrar Wakaf dibuat rangkap tiga yang diperuntukan bagi
a.       Lembar pertama disimpan oleh PPAIW
b.      Lembar kedua dilampirkan pada surat permohonan pendaftaran wakaf kepada bupati/walikota daerah c.q. kepala Sub direktorat Agraria.
c.       Lembar ketiga dikirim kepada pengadilan agama yang mewilayahi tempat benda wakaf tersebut.
Sedangkan salinan akta ikrar wakaf dibuat rangap empat yang diperuntukan kepada :
a.       Lembar pertama diberikan kepada wakif
b.      Lembar kedua diberikan kepada nadzir
c.       Lembar ketiga diberikan kepada kandepag
d.      Lembar keempat diberikan kepada kepala desa yang mewilayahi tempat benda wakaf tersebut.
D.    Perkembangan Wakaf
Berdasarkan data dari Departemen Agama tanah wakaf yang tersebar di seluruh Indonesia mencapai 2,7 miliar m2 akan tetapi dalam pengelolaannya belum efektif, hal ini diperkuat oleh banyaknya tanah-tanah wakaf yang ada di Indonesia tidak digunakan untuk kepentingan yang bersifat produktif bahkan tanah wakaf tersebut terbengkalai tidak terurus oleh para pengelolanya.
Di Negara Indonesia banyak masyarakatnya yang mewakafkan sebagian hartanya dalam bentuk tanah, hal ini disebabkan karena Indonesia merupakan Negara agraris yang mayoritas masyarakatnya memiliki tanah yang luas, sehingga mereka lebih suka mewakafkan hartanya dalam bentuk tanah, ini dikemukakan oleh  Tholhah Hasan, Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI).
Umat Islam di Indonesia banyak mengikuti Madzhad Syafi’I, dimana wakaf produktif/wakaf tunai kurang dikenal/jarang dibahas. Umumnya, bagi pengikut madzhab Syafi’I wakaf berupa benda/barang yang berwujud tanah atau bangunan.
Dalam sejarah perkembangan wakaf di Indonesia, awal mula adanya orang-orang yang berwakaf dimulai sejak abad 16 M. Pada abad ini, ditemukan bukti adanya orang-orang yang berwakaf dan pada saat itu, kata Tholhah, wakaf cukup berkembang.
Melihat keadaan perwakafan yang tidak berkembang Pemerintah membuat beberapa peraturan mengenai mekanisme wakaf, yaitu pada PP Nomor 28 Tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik. Akan tetapi PP ini hanya mengatur wakaf tanah saja. Pada tahun 2001 beberapa praktisi ekonomi Islam mulai mengusung paradigma baru mengenai konsep baru pengelolaan wakaf tunai untuk peningkatan kesejahteraan umat, konsep wakaf ini diterima baik oleh masyarakat dan mampu memberikan energi untuk menggerakkan perkembangan wakaf yang mengalami kemandegan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyambut baik pula konsep wakaf ini dengan mengeluarkan fatwa yang membolehkan wakaf uang. Fatwa MUI ini yang kemudian diperkuat oleh hadirnya UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf yang menyebutkan bahwa wakaf tidak hanya benda tidak bergerak, tetapi juga dapat berupa benda bergerak, seperti uang.
Untuk menjalankan fungsi wakaf dalam mengatur perwakafan mulai dari pembentukan nazhir sampai pengelolaan harta wakaf itu, maka UU masih memerlukan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Agama tentang Wakaf Uang (PMA wakaf uang) yang akan menjadi juklak dalam implementasinya, serta adanya Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang akan berfungsi sebagai sentral nazhir wakaf.
Pada tahun 2006 setelah melalui proses yang panjang terbitlah PP No. 42 tahun 2006 tentang Pelaksanaan UU wakaf dan pada bulan Juli tahun 2007 keluarlah Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 75/M tahun 2007 yang memutuskan dan mengangkat keanggotaan BWI periode 2007-2010.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Perwakafan di Indonesia diatur oleh PP No. 42 tahun 2006 tentang Pelaksanaan UU wakaf dan pada bulan Juli tahun 2007 keluarlah Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 75/M tahun 2007 yang memutuskan dan mengangkat keanggotaan BWI periode 2007-2010 yang berfungsi sebagai lembaga yang mengurus permasalahan harta wakaf.
Perkembanga wakaf di Indonesia belumlah efektif dengan banyaknya harta wakaf yang belum produktif (diolah atau diambil manfaatnya) hal ini terjadi karena kebanyakan masyarakat banyak mewakafkan hartanya dalam bentuk tanah. Akan tetapi beberapa praktisi ekonomi islam mengusung paradigm baru yaitu mengenai konsep wakaf tunai dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyambut baik konsep ini dengan mengeluarkan fatwa yang membolehkan wakaf uang dan diperkuat oleh hadirnya UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf yang menyebutkan bahwa wakaf tidak hanya benda tidak bererak, tetapi juga dapat berupa benda bergerak, seperti uang.
Harta yang sudah diwakafkan hendaklah terdaaftar ke lembaga perwakafan guna mencegah hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari.
Pendaftaran ikrar wakaf dilakukan oleh wakif dengan mendatangi kantor urusan Agama oleh mentri agama, pelaksanaan wakaf akan sah jika dihadiri oleh dua orang saksi dengan dilampirkannya bukti-bukti kepemilikan harta yang diwakafkan adalah milik wakif sepenuhnya.


DAFTAR PUSTAKA
                                            

























Selasa, 05 April 2011

Mazhab Ekonomi Islam

BAB I
PENDAHULUAN

Islam adalah agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan, tidak hanya menjelaskan tata cara beribadah mahdhoh kepada Allah SWT, tetapi juga menjelaskan tata cara beribadah ghoer mahdhoh yakni hukum-hukum yang berkaitan dengan sesama manusia seperti politik, sosial, budaya termasuk ekonomi dan lain sebagainya.
Sebagai sebuah ideologi Islam membutuhkan sebuah institusi yang bisa menerapkan seluruh hukum tersebut. Institusi ini, menurut Syeikh Taqiyuddin An-nabhani disebut sebagai Daulah Khilafah Islamiyah. Sejarah mencatat, ketika Rasulullah meraih kekuasaan spiritual dan politik di Madinah, pada saat itulah sesungguhnya Rasul mendirikan sebuah institusi yang secara bertahap mulai memberlakukan hukum-hukum praktis tentang kehidupan warga Madinah pada saat itu.
Ekonomi islam memberikan sebuah tata cara yang baik dalam melakukan perekonomian yaitu menghindari adanya salah satu yang dirugikan, ekonomi islam berbeda dengan system ekonomi kapitalis dan sosialis.
Sistem ekonomi kapitalis berprinsip milik pribadi, mencari laba dan persaingan bebas dengan melakukan berbagai cara tanpa melihat dari aspek social. Sedangkan sistem ekonomi sosialis yaitu hak milik atas alat-alat produksi oleh koperasi-koperasi serikat pekerja, badan hukum dan masyarakat yang lain Pemerintah menguasai alat-alat produk yang vital, roses ekonomi berjalan atas dasar mekanisme pasar, Perencanaan ekonomi sebagai pengaruh dan pendorong dengan usaha menyesuaikan kebutuhan individual dengan kebutuhan masyarakat, dan berdasarkan kepada UUD 1945.
 BAB II
MAZHAB EKONOMI ISLAM

Sistem ekonomi Islam mempunyai perbedaan yang mendasar dengan sistem ekonomi yang lain, dimana dalam sistem ekonomi Islam terdapat nilai moral dan nilai ibadah dalam setiap kegiatannya. Sistem kapitalis yang saat ini banyak dipergunakan telah menunjukkan kegagalan dengan mengakibatkan terjadinya krisis ekonomi. Sistem ekonomi Islam sebagai pilihan alternatif mulai digali untuk diterapkan sebagai sistem perekonomian yang baru.
Ekonomi islam merupakan formulasi yang didasarkan kepada pandangan islam tentang kehidupan atau nilai berdasarkan atas dua sumber yaitu Al-Qur’an dan Hadits yang diterapkan dalam semua kegiatan dalam kehidupan, ini karena ekonomi islam didasarkan atas nilai ketauhidan dan prinsip dasarnya adalah kebersamaan, keadilan dan pemerataan serta keseimbangan antara lahir dan bathin.
A.    Konsep Ekonomi Islam
Islam mengambil suatu kaidah terbaik antara kedua pandangan yang ekstrim (kapitalis dan komunis) dan mencoba untuk membentuk keseimbangan di antara keduanya (kebendaan dan rohaniah). Keberhasilan sistem ekonomi Islam tergantung kepada sejauh mana penyesuaian yang dapat dilakukan di antara keperluan kebendaan dan keperluan rohani / etika yang diperlukan manusia. Sumber pedoman ekonomi Islam adalah al-Qur'an dan sunnah Rasul, yaitu dalam[1]:
1.      Qs. Al-Ahzab ayat 72 (Manusia sebagai makhluk pengemban amanat Allah).
2.      Qs. Hud ayat 61 (Untuk memakmurkan kehidupan di bumi).
3.      Qs. Al-Baqarah ayat 30 (Tentang kedudukan terhormat sebagai khalifah Allah di bumi).
Dalam perjalanan ekonomi islam ini sering menemukan masalah yang dalam al-qur’an dan hadist bagaimana mengaturnya maka guna menyelesaikan masalah tersebut diperoleh dari jalan ijtihad dengan mengkiyaskan arti dari ayat yang ada.
B.     Prinsip ekonomi Islam adalah:
Prinsip dari ekonomi islam yaitu[2]:
- Kebebasan individu
- Hak terhadap harta
- Ketidaksamaan ekonomi dalam batasan
- Kesamaan sosial
- Keselamatan sosial
- Larangan menumpuk kekayaan
- Larangan terhadap institusi anti-sosial
- Kebajikan individu dalam masyarakat
C.    Dasar-dasar Ekonomi Islam:
1.      Nilai Dasar Ekonomi Islam[3]:
a.       Hakikat pemilikan adalah kemanfaatan, bukan penguasaan.
b.      Keseimbangan ragam aspek dalam diri manusia.
c.       Keadilan antar sesama manusia.
Nilai dasar dari ekonomi islam ini mempunyai tujuan, yaitu[4]:
1.      Bertujuan untuk mencapai masyarakat yang sejahtera baik di dunia dan di akhirat, tercapainya pemuasan optimal berbagai kebutuhan baik jasmani maupun rohani secara seimbang, baik perorangan maupun masyarakat. Dan untuk itu alat pemuas dicapai secara optimal dengan pengorbanan tanpa pemborosan dan kelestarian alam tetap terjaga.
2.      Hak milik relatif perorangan diakui sebagai usaha dan kerja secara halal dan dipergunakan untuk hal-hal yang halal pula.
3.      Dilarang menimbun harta benda dan menjadikannya terlentar.
4.      Dalam harta benda itu terdapat hak untuk orang miskin yang selalu meminta, oleh karena itu harus dinafkahkan sehingga dicapai pembagian rizki.
5.      Pada batas tertentu, hak milik relatif tersebut dikenakan zakat.
6.      Perniagaan diperkenankan, akan tetapi riba dilarang.
7.      Tiada perbedaan suku dan keturunan dalam bekerja sama dan yang menjadi ukuran perbedaan adalah prestasi kerja.
2. Nilai instrumental sistem ekonomi Islam:
a.       Kewajiban zakat.
b.      Larangan riba.
c.       Kerjasama ekonomi.
d.      Jaminan sosial.
e.       Peranan negara.
DAFTAR PUSTAKA


Aziz, Abdul, 2009. Kapita Selekta Ekonomi Islam Kontemporer. Alfabeta , Bandung